Pangeran Impian
Sudah lama aku mengenalnya. Akhlaknya Begitu memikat di dada, pancaran pemahaman agama yang kokoh terhujam. Wanita lajang mana yang tidak mau dipinangnya. Sosok mantu idaman bagi para orang tua. Di mana pun berada, selalu menjadi perbincangan. Berbagai prestasi telah berhasil ditorehkannya. Sudah begitu, ganteng lah pula wajahnya. Orang tuanya terpandang di mata masyarakatnya, terkenal dengan budi bahasanya. Ditambahkan harta berlimpah di mana-mana. Hampir sempurna lah semuanya. Tinggal lah satu, dia belum menikah, hehehe,...
Tok tok tok,...
"Assalamu'alaikum,..."
"Wa'alaikumus salam Wr. Wb...." Jawabku sambil berlari keluar dengan tidak lupa menyambar kerudung di kursi yang sedang aku lepaskan.
Segera kumelangkahkan kaki ke ruang depan dan membukakan pintu.
"Haduh, siapa yang datang ya siang-siang begini?" Pikirku.
Terlebih tidak ada orang di rumah lagi. Bapak dan Ibu sedang pergi kondangan. Begitu kubukakan pintu, ternyata ada Pakde Warji dengan seseorang yang sudah tidak asing lagi bagiku berada di sampingnya.
"Eh Pakde, Assalamu'alaikum Pakde. Sampun dangu mboten kepanggih. Sugeng?" Sapaku.
"Wa'alaikumus salam. Alhamdulillaah Ndu, sehat, ini bisa silaturahmi ke sini. Bapak sama ibu ada?"
"Saweg konjalan De, nanging mpun dangu, sekedap malih kondur. Monggo De mlebet mawon riyin, kulo damelaken unjukan kalih ngentosi bapak lan ibu."
"Iya Ndu, terima kasih nggih."
Kami pun masuk ke dalam rumah.
"De, badhe ngunjuk nopo? Teh nopo kopi?"
"Tidak usah repot Ndu, seadanya saja."
"Nggih De, sekedap nggih."
Aku pun meluncur ke dapur, segera kuseduh teh untuk mereka.
"Tapi ko aku jadi senyum-senyum sendiri ngga jelas begini ya? Jangan-jangan aku bahagia? Ko, Aku bahagia si dengan kedatangan mereka. Haduh, parah ni otakku." Berbagai kalimat bergentayangan di otakku.
"Astaghfirullah, astaghfirullah." Segera kuistighfari diri.
Setelah teh siap, aku bawa ke luar. Kusajikan dengan kripik pisang dan jipang nasi buatan sendiri yang selalu ready. Baru selesai aku menyajikan, terdengar suara motor bapak dan ibu pulang kondangan.
"Assalamu'alaikum..." Ibu masuk duluan, sedang bapak masih memarkirkan motornya.
"Wa'alaikumus salam Wr. Wb." Jawab kami serempak.
"Wah, ternyata ada tamu." Sapa ibu sambil duduk di salah satu kursi dan aku masuk sambil membawa tas ibu.
"Sehat Kang? Njanur gunung, ra tau-taune, ana apa koh?"
"Iya, Alhamdulillaah sehat kie gering-geringan. Tes kondangan ngendi koh?"
"Kie, kang nggone mantene, mantu ragil."
"Ulih wong ndi jere?"
"Ulih wong adoh lah, wong ndi mau? Wong anu bocah kuliahan ya jere batire kuliah apa jere krunguku."
"Anakmu be kuliahan, deneng kowe esih sepi? Urung arep tandur apa?"
"Lah kae anakku wadon nah ngerti bocah lanang be ora, mbuh kapan nyong kie gulih tandur." Bapak yang baru masuk langsung ikut menjawab.
"Temenan apa urung ana sing nakokna?"
"Ya temenan, keprime si?"
"Ya kebeneran ngger kaya kue. Nyong arep nakokna kie nggo ponakanku sing bagus kie. Keprimene?"
"Sing bener bae Rika, aja guyon barang kaya kue lah Kang."
"Iya, temenan. Nah kie nyong teka, pertama ya silaturahmi. Kelorone, ya kue miki, nyong arep nakokna anakmu nggo ponakanku kie. Apa kira-kira kanggo kie ponakanku sing bagus dewek?"
"Angger temenan kaya kue, ya nyong ra teyeng ngomong apa-apa, ngko tek takoknae meng bocaeh."
Aku yang di kamar dapat mendengar dengan jelas yang mereka bicarakan. Hatiku berdegup kencang.
"Ya Allah, orang yang selama ini hanya ada dalam angan, sekarang ada di hadapan. Apa yang harus kukatakan ya Allah?"
Klumprang,...
"Meong,..."
"Yaaaaa,..." Ternyata aku hanya melamun.
"Pussy, kenapa kau buyarkan lamunan indahku???..." Teriakku kesal.
The end
Na2S_MQA
sangat menarik ceritanya, salam kenal dari ezzyh
BalasHapusterima kasih mba, salam kenal juga,...
Hapus